Rinai rintik hujan menyambut datangnya mentari pagi. Ayam seperti mengeluarkan kokokan gemetar menggigil. Mungkin ia tak mampu menahan dingin yang menusuk tulang. Cahaya mentari pun tak secerah kemarin. Ku ingin semangat tapi aku tak bisa. Akhirnya ku umbarsenyum saja pada dunia sebagai pertanda aku bahagia meskipun sebenarnya galau (seolah-olah).
“Ada apa ini ?”
begitu tanya yang timbul dalam benakku. Entah apa yang terjadi semua jejaring
social kini kental dengan aroma perempuan dan emansipasi? Facebook, Tweeter,
sampai Kompasiana pun sibuk memperbincangkan tentang Emansipasi.
Sontak
aku tertegun, “loh ini hari apa sih? Kan,
Cuma hari Sabtu, apa bedanya dengan hari sabtu yang lainnya? Palingan Cuma
angka dan bulannya?” Kulihat tanggal menunjukkan angka 21 April, tak ada
yang istimewa dalam keterangannya, Tapi kok semua orang membicarakan kesetaraan
Gender? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantuiku seiring derasnya hujan
menghujam bumi dan membasahi alam.
Aku
merasa oon, otakku gelap memikirkan ketidak biasaan ini. Kucoba tuk abaikan,
tapi ku tak bisa. Hal yang mungkin menurut orang cuma sepele ini telah
membuatku terlena dan larut. Aku semakin galau memikirkannya.
Tiba-tiba
HP ku berdering pertanda satu pesan masuk. “Selamat Hari Kartini” begitu bunyi
pesan temanku. Sejak saat itu aku merasakan cahaya telah merasukiku. Pertanyaan
yang tadinya bergulir dibenak terjawab sudah. Ternyata 21 April itu merupakan
peringatan kelahiran RA. Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia.
Segara
akupun ikut-ikutan Mendadak Kartini dan menebar status Emansipasi. J
(Habis GELAP, Terbitlah TERANG)