"Anak Sekecil Itu Berkelahi dengan Waktu Demi Satu Impian yang Kerap Ganggu Tidurmu"
Apa kabar malam ? Kuharap kau baik-baik saja. Kuharap engkau tak sedingin kemarin lagi hari ini. Karena hari ini aku ingin menikmatimu, mencumbui indahnya Rembulanmu sampai aku tak bisa lagi berkata tentang keidahannya.
Wahai malam,
Setelah kita terpisahkan oleh siang dengan Mentarinya yang agak sedikit panas dan membuat manusia dehidrasi, tidakkah kau merindukanku? Tidakkah kau merindukan bocah kecil yang akrab disapa Ahmad Shadiq ini? Anak yang setia menantimu dan selalu menghitung bintang-bintang yang engkau sajikan.
Ough iyyah, aku ingin sekali bercerita padamu. Aku ingin bercerita tentang peristiwa yang terjadi siang ini. Saat kau berpaling ke bagian bumi lain, membawa serta keindahanmu. Kau tahu aku sendiri disini menyaksikan banyak kisah yang disajikan oleh siang dengan Mataharinya yang sangat terik.
Tadi siang aku melihat seorang gadis kecil bertubuh mungil dengan kalengnya yang juga kecil berjalan tanpa pendidikan. Ia harus mengumpulkan receh demi suap nasi agar mampu bertahan menjalani penderitaan. Perlahan aku mendekat untuk meberi uluran tangan. Kuharap ia mau menyambutnya.
Namanya Rina, nama yang cantik. Gadis ini seharusnya bermain dan belajar bersama teman-temannya. Bukannya berada dijalanan yang menawarkan banyak bahaya demi koin-koin dari derma. Rina seharusnya memakai seragam OSIS, bukannya baju kaus kumuh dengan berbagai macam sobekan dan lubang.
Apa yang terjadi dengan bangsaku? Mengapa ia rela membiarkan generasinya seperti ini? Mengapa ia rela menelantarkan Rina tanpa lentera pendidikan? Mengapa ia rela merenggut masa depan dan cita-cita yang cerah dari seorang Rina?
Aku bertanya. Tapi disaat aku bertanya, para teknokrat malah asik mempermainkan kebijakan pemerintah. Menggorok uang rakyat demi kesenangan perorangan atau kelompok. Para wakil rakyat kini hanya mementingkan perbaikan gedung DPR, studi banding ke luar negeri, proyek-proyek pembangunan sarana dan prasarana yang bisa di korupsi.
Bangsaku kini sibuk berkonflik, sibuk berebut kekuasaan. Sementara, ribuan Rina di negara ini tengah sibuk bersimpuh dijalanan, sibuk mengalirkan air mata atas hilangnya masa depan mereka. Kasihan mereka.
Ough iyya malam, tadi Rina bepesan padaku bahwa ia juga ingin bererita padamu. Ia juga ingin mencumbui Rembulan dan menghitung Bintang-bintangmu. Tapi, ia sudah tertidur. Terlelap dalam lelahnya setelah mengais belas kasih para penderma jalanan. Kumohon malam, damaikanlah tidur Rina.
Wahai malam
Aku ingin bertanya padamu. Setelah aku menceritakan semua kisah ini, bolehkah aku menangis ?
Ough iyyah, aku ingin sekali bercerita padamu. Aku ingin bercerita tentang peristiwa yang terjadi siang ini. Saat kau berpaling ke bagian bumi lain, membawa serta keindahanmu. Kau tahu aku sendiri disini menyaksikan banyak kisah yang disajikan oleh siang dengan Mataharinya yang sangat terik.
Tadi siang aku melihat seorang gadis kecil bertubuh mungil dengan kalengnya yang juga kecil berjalan tanpa pendidikan. Ia harus mengumpulkan receh demi suap nasi agar mampu bertahan menjalani penderitaan. Perlahan aku mendekat untuk meberi uluran tangan. Kuharap ia mau menyambutnya.
Namanya Rina, nama yang cantik. Gadis ini seharusnya bermain dan belajar bersama teman-temannya. Bukannya berada dijalanan yang menawarkan banyak bahaya demi koin-koin dari derma. Rina seharusnya memakai seragam OSIS, bukannya baju kaus kumuh dengan berbagai macam sobekan dan lubang.
Apa yang terjadi dengan bangsaku? Mengapa ia rela membiarkan generasinya seperti ini? Mengapa ia rela menelantarkan Rina tanpa lentera pendidikan? Mengapa ia rela merenggut masa depan dan cita-cita yang cerah dari seorang Rina?
Aku bertanya. Tapi disaat aku bertanya, para teknokrat malah asik mempermainkan kebijakan pemerintah. Menggorok uang rakyat demi kesenangan perorangan atau kelompok. Para wakil rakyat kini hanya mementingkan perbaikan gedung DPR, studi banding ke luar negeri, proyek-proyek pembangunan sarana dan prasarana yang bisa di korupsi.
Bangsaku kini sibuk berkonflik, sibuk berebut kekuasaan. Sementara, ribuan Rina di negara ini tengah sibuk bersimpuh dijalanan, sibuk mengalirkan air mata atas hilangnya masa depan mereka. Kasihan mereka.
Ough iyya malam, tadi Rina bepesan padaku bahwa ia juga ingin bererita padamu. Ia juga ingin mencumbui Rembulan dan menghitung Bintang-bintangmu. Tapi, ia sudah tertidur. Terlelap dalam lelahnya setelah mengais belas kasih para penderma jalanan. Kumohon malam, damaikanlah tidur Rina.
Wahai malam
Aku ingin bertanya padamu. Setelah aku menceritakan semua kisah ini, bolehkah aku menangis ?