Nasihat Sang Pemberani


"Kamu tak akan pernah tahu berapa besar kekuatan manusia yang diberikan oleh Tuhan, Bangkit dan percaya bahwa kamu tak akan kalah"

Terik disiang itu terasa membakar tapak kaki. Aku terduduk diteras rumah. Sambil meneguk segelas minuman dingin, aku menunggu seseorang tiba dari kejauhan. Yah, seseorang akan datang ke rumah siang ini. Dia adalah teman karibku, Indra. Kami akan pergi bermain Playstation 2 bersama.

Keakraban kami dimulai saat beranjak SMP. Sebelumnya kami memang berteman karena satu sekolah dasar. Namun tak begitu akrab seperti sekarang. Playstation 2 atau yang biasa disingkat dengan PS 2 menjadi satu-satunya alasan kenapa saya dan Indra begitu akrab. Kami selalu memainkannya setiap akhir pekan.

***

Bulan ini adalah bulan dimana musim panas mencapai puncaknya. Dan itu artinya bulan ini pula merupakan bulan dimana sumur kering, lebih tepatnya air sumur mencapai dasarnya.

Di tengah kilau sinar mentari bercampur terik, terlihat ada sosok yang sedang berjalan kearahku. Ku usap mata untuk memastikan hal itu benar atau tidak. Berulang kali kukecilkan retina ini untuk memperjelas pandanganku. Kali-kali aja dia hanya fatamorgana.

"Woi, sisakan saya satu gelas !"

Terdengar seperti suara Indra. Suara itu semakin keras dan sosok itu semakin jelas. Ternyata memang benar Indra. 

"Darimana saja kamu? Kenapa lama sekali" tanyaku dengan nada jengkel.
"Maaf teman, tadi aku disuruh ambil air dulu sama ibu. Secara sumurkan dalam keadaan kering, jadi terpaksa ke sungai deh"
 "Kalau gitu ayo' kita berangkat sekarang!" seru Indra.
"Eh minum dulu ini, kamu pasti hauskan?" 
"Oh iya, ternyata kamu mendengar teriakanku tadi yah?" 
"sudah minum aja!"

***

Selepas perbincangan sederhana itu dan Indra telah memuaskan dahaganya, kami pun beranjak menuju tempat rental PS 2 yang jaraknya agak jauh dari rumah kami. Dengan kayuh roda dua, perlahan kami menyusuri jalan kecil berlapis aspal. Menikmati semilir angin dan terik mentari jam 2 siang.

Namun ditengah perjalanan, tepatnya di pertigaan jalan raya dan lorong tempat tinggal kami. Ada beberapa pemuda yang sedang berkumpul dalam pos. Mereka terlihat asing, entah mereka siapa. Tapi yang jelasnya mereka terlihat sangat berantakan dan bau mereka juga sangat menyengat. Bau aneh yang sangat familiar. Yah, ini bau ‘tuak’, minuman teraneh yang pernah ada.

"Mau kemana bocah-bocah kecil ini? Hah..." kata salah seorang dari mereka menghampiriku sambil menyemburkan nafas diwajahku. Oh tidak, baunya aneh itu kini langsung menyembur tepat didepan hidungku. Aku serasa mau muntah mengendus aroma seperti ini, aroma tuak. Tapi bukan aroma tuak itu yang menjadi masalah sekarang. Rasa takutku kini lebih hebat dari rasa busuknya.Aku hampir tak bisa berkata apa-apa. Lutut tak bisa berhenti bergetar, bibitku pucat pasih.

"Kami mau pergi mai PS, tolong jangan halangi kami" sela Indra pada sekelompok pemuda tersebut sembari berusaha membelaku.

Indra memang hebat. Bahkan dia tak bergetar sedikitpun pada sekelompok pemuda tersebut. Bahkan ketika mereka dalam keadaan mabuk yang notabene tak bisa mengendalikan diri dengan baik.

"Bukan kau yang aku tanya goblok!" Teriak orang itu sambil melayangkan pukulan diwajah Indra.

Tiba-tiba Indra tersungkur. Namun ia kembali bangkit dan ingin membalas pukulan orang itu. Satu pukulannya mengenai orang tersebut tepat di muka. Teman-teman pemuda itu pun langsung maju mengeroyok Indra. Maka perkelahian pun terjadi. Seorang Indra melawan tiga pemabuk. Aku yang ketakutan malah berlari dan bersembunyi. Selang beberapa menit, aku kembali ketempat itu dan kudapati teman baikku telah babak belur dipukuli para pemabuk itu. Segara aku gotong Indra ke rumah untuk mendapatkan perawatan.

"Kenapa tadi kau lari?" tanya Indra.
"Aku takut, aku tak pernah melakukan ini sebelumnya"
"Heheh, kau tak akan pernah tahu seberapa besar kekuatan yang diberikan Tuhan untuk manusia. Jadi bangkit dan percayalah bahwa kau tak akan kalah"
"Yah, mau gimana lagi"
"Kamu kenapa melawan mereka? Padahal kamu kalah jumlah. Kenapa kau tak ikut saja berlari bersamaku, jadikan tak ada yang harus terluka?" tanyaku pada Indra.

Indra tersenyum padaku. Sejanak iya terdiam dan melihat kearahku.

"Aku bisa saja menerima sebuah penghinaan. Tapi pukulan yang pas mendarat di wajah itu aku tak bisa terima. Aku tak akan membiarkan diriku sebagai 'maha karya' dan kebanggaan dari orang tuaku lecet karena alasan yang tak jelas dan tanpa perlawanan sedikitpun. Bagiku, yang bisa melukaiku secara gratis hanyalah mereka berdua, Ibu dan Ayahku" 

Jawaban Indra terdengar sangat bijak dan mengharukan. Aku hampir saja mengeluarkan air mata. Namun tak terjadi. 

"Aku menyesal tidak membantumu waktu itu" sesalku padanya.
"Heheh, tidak apa-apa. Tindakan yang kau ambil itu sudah tepat, lagi pula aku tak akan rela jika sahabat karibku terluka karena aku"
"Tapi kan andai saja ...."
***

Tiba-tiba pembicaraanku terpotong. Terdengar suara ketukan pintu.

"Siapa...?" sapaku sambil berlari menuju pintu.
"Ini Ibunya Indra nak. Apakah Indra ada di dalam?"
"Oh iya tante, silahkan masuk!" jawabku sambil membukakan pintu untuk Ibu Radia, ibunya Indra.
"Aduh, kenapa bisa seperti ini nak?" ibu Radia kaget melihat kondisi anaknya.
"Ah, Ibu,.. tidak apa-apa kok, biasa anak muda, heheh" jawab indra mencoba menenangkan Ibunya agar tak khawatir.
"Kalau gitu kita ke Rumah Sakit sekarang yah, nanti ceritakan kepada ibu disana"
"Terimakasih yah telah merawat Indra. Kami pamit dulu" kata ibu Radia padaku sambil tersenyum.
"Iya tante, sama-sama"

Indra berlalu bersama Ibunya pergi ke Rumah Sakit. Kasihan sekali rencana Bermain PS 2 bersama hari ini tertunda gara-gara tiga pemabuk itu. Namun tak apalah, hari ini aku mendapatkan pelajaran berharga hari ini dari teman baikku. Pelajaran tentang keberanian.

Teimakasih Indra. Aku tak akan takut lagi. Jangan lama-lama di Rumah Sakit yah. Pertarungan kita di dunia game belum selesai. Lekas sembuh sahabatku.

(cerita ini hanyalah fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan karakter didalamnya)



Artikel Bravo My Life Lainnya :

Scroll to top